Ada perasaan galau yang semakin kuat dari kemarin. Tidak tau harus
bagaimana, sudah mencoba berzikir dan bersholawat, namun rasa tidak nyamannya
tetap tidak mau pergi. Rupanya kehilangan orang yang sudah sejak lama bersama
memang menyisakan duka dan luka yang dalam. Perasaan tidak berdaya, tidak
memiliki siapa-siapa untuk diandalkan, tidak punya orang untuk membagikan
kejadian-kejadian kecil sampai serius yang terjadi dalam sehari. Aku kehilangan
sosok itu. Tidak dipungkiri, selama ini rasa bahagia kugantungkan padanya. Rasa
nyaman ku sandarkan padanya. Ketika sosok itu pergi, semua hal yang telah
menjadi rutinitas dan kebiasaanku menjadi berantakan. Walaupun aku masih punya
support system yang lain, namun sosok ini adalah core dalam hidupku. Orang yang
tau aku luar dan dalam, jatuh bangunku, duka, luka dan bahagiaku. Orang ini
yang selalu mendukung dan menemaniku disetiap keadaan. Tapi orang ini juga
dengan kesadarannya menoreh luka yang amat dalam, meninggalkanku dalam kegelapan,
melepasku begitu saja, dan membiarkanku buta dengan dunia yang baru yang aku
tidak mengetahui bagaimana aku bisa berjalan dan hidup disana. Rasa benci,
dendam dan amarah masih sebanding dengan rasa butuhku terhadapnya. Tidak kupungkiri,
ada rasa peduli dan rasa ketergantungan yang sangat sulit dihilangkan. Aku
rindu kenangannya, tapi aku benci orangnya. Tidak dapat kubayangkan jika harus
hidup bersamanya, jika dicoba mungkin aku akan menyerah juga pada akhirnya.
Namun melepaskan ternyata juga berat bagiku, tertatih-tatih menyusun ulang
hidupku yang berantakan. Menata ulang kehidupanku yang berubah sekejap mata.
Ya, sekejap mata. Rasanya masih seperti mimpi. Rasanya baru kemarin hari-hari
bahagia kami semogakan dan nantikan. Tiba-tiba sekarang pergumulan datang. Semudah
itu Tuhan membolak-balikan hati manusia. Semudah itu semuanya berubah. Aku yang
tentu saja tidak pernah siap jika ini datang menjadi shock berat. Aku oleng
seketika, rasanya hancur berkeping-keping. Tidak ada lagi semangat dihidupku,
tujuan itu tak pernah sampai. Telah ku usahakan segala cara, kulangitkan segala
doa, tapi Tuhan punya jawaban berbeda. Kami tidak akan pernah menjadi satu. Jika
bukan dalam ikatan yang sah, mungkin meninggalkan dan ditinggalkan akan jauh
lebih mudah menghadapinya. Pernikahan kami berjalan 3 bulan. Selain karena
terlalu sakit ditinggalkan tidak dipungkiri aku juga sakit memikirkan anggapan dan
omongan yang akan keluar dari mulut orang lain yang tidak tau cerita
sebenarnya. Berkali-kali aku menyalahkan takdir namun berkali kali juga aku
berterima kasih pada Tuhan karena telah menyayangiku. Dia menyayangiku dengan
cara-Nya, yang aku tau dan yakini adalah rasa sayang yang paling hakiki yang
aku butuhkan. Berkali-kali aku bertanya, meraung, memohon, meratap kenapa harus
aku yang menjalani ini semua, ku minta agar Tuhan merubah jalannya seperti yang
ku inginkan namun berkali-kali juga Tuhan menjawab dengan cara-Nya. Memang
harus aku, memang harus seperti ini jalannya dan memang harus sekarang. Inilah
jalan terbaik yang telah Tuhan berikan kepadaku. Walaupun caranya sakit, bukan
sekedar sakit. Aku merasa seluruh hidupku terkoyak habis-habisan, tapi memang
inilah yang terbaik untuku sekarang. Sabar
dan Ikhlas memang hanya mudah untuk diucapkan…
Wednesday, December 13, 2023
Duka yang (Tak Pernah) Usai
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment