Wednesday, December 13, 2023

Duka yang (Tak Pernah) Usai

Ada perasaan galau yang semakin kuat dari kemarin. Tidak tau harus bagaimana, sudah mencoba berzikir dan bersholawat, namun rasa tidak nyamannya tetap tidak mau pergi. Rupanya kehilangan orang yang sudah sejak lama bersama memang menyisakan duka dan luka yang dalam. Perasaan tidak berdaya, tidak memiliki siapa-siapa untuk diandalkan, tidak punya orang untuk membagikan kejadian-kejadian kecil sampai serius yang terjadi dalam sehari. Aku kehilangan sosok itu. Tidak dipungkiri, selama ini rasa bahagia kugantungkan padanya. Rasa nyaman ku sandarkan padanya. Ketika sosok itu pergi, semua hal yang telah menjadi rutinitas dan kebiasaanku menjadi berantakan. Walaupun aku masih punya support system yang lain, namun sosok ini adalah core dalam hidupku. Orang yang tau aku luar dan dalam, jatuh bangunku, duka, luka dan bahagiaku. Orang ini yang selalu mendukung dan menemaniku disetiap keadaan. Tapi orang ini juga dengan kesadarannya menoreh luka yang amat dalam, meninggalkanku dalam kegelapan, melepasku begitu saja, dan membiarkanku buta dengan dunia yang baru yang aku tidak mengetahui bagaimana aku bisa berjalan dan hidup disana. Rasa benci, dendam dan amarah masih sebanding dengan rasa butuhku terhadapnya. Tidak kupungkiri, ada rasa peduli dan rasa ketergantungan yang sangat sulit dihilangkan. Aku rindu kenangannya, tapi aku benci orangnya. Tidak dapat kubayangkan jika harus hidup bersamanya, jika dicoba mungkin aku akan menyerah juga pada akhirnya. Namun melepaskan ternyata juga berat bagiku, tertatih-tatih menyusun ulang hidupku yang berantakan. Menata ulang kehidupanku yang berubah sekejap mata. Ya, sekejap mata. Rasanya masih seperti mimpi. Rasanya baru kemarin hari-hari bahagia kami semogakan dan nantikan. Tiba-tiba sekarang pergumulan datang. Semudah itu Tuhan membolak-balikan hati manusia. Semudah itu semuanya berubah. Aku yang tentu saja tidak pernah siap jika ini datang menjadi shock berat. Aku oleng seketika, rasanya hancur berkeping-keping. Tidak ada lagi semangat dihidupku, tujuan itu tak pernah sampai. Telah ku usahakan segala cara, kulangitkan segala doa, tapi Tuhan punya jawaban berbeda. Kami tidak akan pernah menjadi satu. Jika bukan dalam ikatan yang sah, mungkin meninggalkan dan ditinggalkan akan jauh lebih mudah menghadapinya. Pernikahan kami berjalan 3 bulan. Selain karena terlalu sakit ditinggalkan tidak dipungkiri aku juga sakit memikirkan anggapan dan omongan yang akan keluar dari mulut orang lain yang tidak tau cerita sebenarnya. Berkali-kali aku menyalahkan takdir namun berkali kali juga aku berterima kasih pada Tuhan karena telah menyayangiku. Dia menyayangiku dengan cara-Nya, yang aku tau dan yakini adalah rasa sayang yang paling hakiki yang aku butuhkan. Berkali-kali aku bertanya, meraung, memohon, meratap kenapa harus aku yang menjalani ini semua, ku minta agar Tuhan merubah jalannya seperti yang ku inginkan namun berkali-kali juga Tuhan menjawab dengan cara-Nya. Memang harus aku, memang harus seperti ini jalannya dan memang harus sekarang. Inilah jalan terbaik yang telah Tuhan berikan kepadaku. Walaupun caranya sakit, bukan sekedar sakit. Aku merasa seluruh hidupku terkoyak habis-habisan, tapi memang inilah yang terbaik untuku sekarang.  Sabar dan Ikhlas memang hanya mudah untuk diucapkan…

No comments:

Post a Comment