Tuesday, December 12, 2023

Dongeng Si Bodoh

Banjarbaru, 7 Juli 2022

11:38 WITA sedang di kantor, duduk dimejaku dengan laptop masih meyala, namun tak ada pekerjaan yang kulakukan, mataku tertuju pada laptop namun pikiranku masih melayang pada kejadian sebulan yang lalu dipenghujung bulan Mei. 

29 Mei 2022 kudapati tangkapan layar di google photo telepon selular milik seseorang yang telah kuanggap rumah selama 8 tahun belakang ini, bukan sekedar foto tangkapan layar biasa, foto tersebut adalah fotonya sedang melakukan panggilan video dengan wanita lain. Ya, dengan wanita lain, bukan hanya satu foto, terdapat foto panggilan video lain dengan waktu berbeda. Wanita tersebut tidak memakai hijab dengan rambut panjangnya. Tidak berhenti disitu, ku dapati juga foto-foto wanita itu, entah dia sedang selfie, sedang memamerkan tangannya, sedang rafting, dan lain-lain. Yang lain, kudapati juga tangkapan layar berupa percakapan mereka, dalam percakapan itu wanita tersebut memanggilnya dengan "sayang" dan  dari sana ku tau wanita tersebut baru saja mengirimkan video sedang berolahraga memakai pakaian yang terbuka, dari sana juga ku tau nama wanita tersebut.

Dunia seperti berhenti, tanganku kaku, namun kurasakan tubuhku bergetar, shock berat yang kutahan ternyata berefek dahsyat pada tubuhku, linglung, dan langsung terduduk. Orang yang kuanggap rumah selama ini mengkhianatiku, rumahku telah runtuh. 

Namun akal sehatku segera mengambil tindakan, aku tidak boleh kalah, aku tidak boleh gegabah, tidak akan kubiarkan air mataku mengalir untuk orang yang telah mengkhianatiku, aku harus tau kebenarannya, sepahit apapun. 

Dia yang sedang tertidur ku bangunkan perlahan. Walaupun berusaha tegar, namun tak ada suara yang dapat keluar dariku, tercekat, dan mual rasanya membayangkan bahwa ini benar-benar nyata. Hanya kutunjukan telepon selularnya yang menampilkan tangkapan layar pertama yang kutemukan. Dia diam tertegun, terkejut mungkin atau memang sudah menyiapkan mental apabila ini terjadi. Hening menyelimuti kami berdua, lama, tidak ada yang berani memulai. Rasa takutku membuatku terus mengulur waktu dengan diam. 

"Seberapa jauh yang kamu mau tau?" Kalimat pertamanya akhirnya memecah keheningan. 

"Semuanya" hanya kata itu yang dapat keluar dari mulutku.

Dia mulai menceritakan semuanya, wanita itu adalah teman satu angkatannya ketika seleksi masuk pekerjaannya sekarang, dia juga diterima namun ditempatkan berbeda kota. Hubungan mereka telah terjadi sekitar satu bulan. Berawal dari menanyakan stok uang baru untuk nasabahnya, hubungan itu berlanjut. Wanita tersebut sudah menikah namun baru saja menggugat suaminya. Dia datang dengan alasan penasaran dengan alasan wanita tersebut menggugat suaminya. Hubungan mereka berlanjut dengan telepon dan panggilan video. 

Walaupun hubungan kami sudah 8 tahun, terkadang terbersit dipikiranku bahwa hal ini mungkin akan ku alami. Namun ketika ini memang terjadi, aku tak pernah membayangkan rasa sakitnya akan sedalam ini. Seperti ada batu besar yang entah jatuh dari mana langsung menghantam dadaku. Berat dan sesak.

Aku yang sudah bukan remaja lagi, semakin bingung entah apa yang harus ku lakukan setelah itu. Dia adalah rumahku selama ini. Rumah yang nyaman, damai, dan ketika jauh selalu ku rindukan untuk segera pulang. Rumahku yang kukira kokoh dan tahan guncangan nyatanya sudah roboh dalam hitungan detik. Aku kehilangan rumahku, aku kehilangan "barang" yang ada didalamnya. Aku yang merasa sudah tidak ada pilihan selain mempertahankan apapun yang terjadi.

Harusnya ku tinggalkan rumah itu sejak saat itu, ku biarkan ada penghuni yang baru masuk menikmatinya. Nyatanya si bodoh ini berusaha dengan kebodohannya membangun puing-puing rumah tersebut sendiri. Berusaha menambah dan mencari "barang yang hilang" agar rumah tersebut bisa dihuni dengan lebih nyaman nantinya. Pada akhirnya nanti si bodoh akan tahu usahanya hanya membawa kesia-siaan.

Si bodoh ini berusaha tanpa berbicara pada siapapun.


~MSD

No comments:

Post a Comment